Kamis, 18 Juli 2013

BAHAN PENGAWET ANTIMIKROBA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Kebutuhan yang mendasar bagi mahluk hidup terutama manusia adalah pangan selain kebutuhan lainnya seperti kebutuhan papan, sandang dan pendidikan serta kesehatan. Masalah pangan merupakan masalah yang sangat riskan terhadap siklus kehidupan manusia. Keberadaan pangan sangatlah penting bagi manusia terutama  dalam memperoleh energi yang akan digunakan dalam melakukan seluruh proses hidupnya yakni melakukan berbagai kegiatan. Kecukupan pangan haruslah dicapai dengan teknik budidaya pertanian yang baik dalam menghasilkan panen yang baik dan yang mengandung banyak gizi maupun nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Masalah pangan selalu lebih mendesak terutama bila dihubungkan dengan masalah yang lain yang juga menjadi tantangan yang harus dihadapi sekarang yakni masalah laju pertumbuhan penduduk. Keberadaan kuantitas penduduk yang sudah sangat padat tidak seimbang dengan ketersediaan pangan yang mencukupi untuk kebutuhan penduduk. Sifat pangan yang tidak memiliki daya tahan yang cukup lama juga dapat dijadikan juga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan dan memungkinkan dapat terjadi krisis pangan.
Dalam menghadapi masalah pangan, perlu diadakan suatu sistem pangan yang sudah lebih diperhatikan seluruh prosesnya . Dimulai dari teknik budidaya yang baik, penerapan pasca panen sampai pada pengolahannya dalam menghasilkan produk hasil pertanian yang sudah siap untuk dikonsumsi dan yang sudah mengandung nutrisi yang cukup dan sesuai dengan tubuh manusia.
Dalam proses produksi khususnya pada saat proses pemanenan, selama pengadaan dan konsumsi , bahan pangan banyak mengalami perubahan-perubahan terutama perubahan yang tidak diharapkan pada bahan pangan tersebut. Perubahan tersebut sebagian besar tejadi akibat adanya reaksi kimia yang terjadi dalam bahan pangan itu sendiri maupun karena adanya pengaruh dari lingkungan.
Rasa dan aroma yang timbul dari bahan pangan itu juga merupakan hasil reaksi kimia yang terjadi dalam bahan pangan secara alamiah. Zat-zat warna yang pada awalnya cerah juga dapat berkurang akibat adanya reaksi kimia dan pengaruh lingkungan terhadap bahan pangan tersebut. Sifat bahan pangan yang seharusnya juga memiliki nilai gizi yang tinggi dapat juga hilang karena ikatan-ikatan kimianya terurai akibat adanya pengaruh lingkungan seperti panas. Keberadaan air juga merupakan salah satu faktornya. Bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi akan lebih mudah rusak dan busuk akibat adanya pengaruh lingkungan dari luar seperti kontak langsung dengan mikroorganisme yang syarat hidupnya adalah harus adanya air dalam bahan pangan tersebut.
Akibat adanya masalah-masalah pangan yang terjadi makka diupayakan usaha dalam mengatasinya terutama dalam mengatasi bahan pangan yang tidak mempunyai daya tahan yang cukup lama akibat adanya pengaruh mikroorganisme yang ada di sekitar lingkungan tempat bahan pangan diperoleh dan diolah.










BAB II
BAHAN ANTI MIKROBA

Energi dalam tubuh manusia berasl dari adanya pembakaran karbohidrat, protein maupun lemak. Oleh karena itu agar kebutuhan energi manusia tercukupi maka sangat diperlukan zat-zat makanan yang cukup ke dalam tubuhnya. Manusia yang kekurangan zat makanan dalam tubuhnya akan memiliki daya yang lemah dalam melakukan kegiatan, pekerjaan fisik ataupun daya pemikirannya karena kurangnya zat makanan yang diterima tubuhnya yang mampu menghasilkan energi (Kertasapoetra dan Marsetyo, 2010).
Oleh karena itu dibutuhkan makanan yang bervariasi agar sumber energi manusia dapat diperoleh dari zat-zat makanan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. Bahan pangan yang memiliki nutiri dan gizi yang baik akan sangat membantu dalam memperoleh energi untuk proses metabolisme dalam tubuh. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam pengolahan yang pada akhirnya menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia seperti pemanis, pengental, pewarna, pengawet dan yang lainnya tentu tidak memberikan pengaruh yang yang tidak baik pada makanan maupun pangan yang sedang atau telah diolah selama pemakaiannya diperbolehkan dan harus sesuai dengan ukuran kebutuhan yang telah ditentukan oleh lembaga yang berwenang. Salah satu bahan tambahan pangan yang sangat penting dan yang dapat mengatasi masalah pangan dalam mengatasi daya simpan yaitu pengawet. Dengan pemberian pengawet yang sesuai akan sangat membantu dalam pengolahan bahan pangan terutama dalam menghasilkan produk yang sifatnya tahan lama .

2.1 Mikroba pada pangan
        Orang senantiasa terfokus terhadap banyaknya jenis bahan alami maupun bahan yang sengaja dibuat manusia untuk kebutuhannya. Pada keadaan tertentu hal yang difokuskan tersebut berefek dapat berefek buruk terhadap kesehatan, dan bahkan mungkin dapat menyebabkan kematian atau hanya menimbulkan perubahan biologik yang kecil saja. Minat masyarakat yang semakin besar untuk mengenal dan mencegah efek buruk ini sudah banyak mendorong untuk melakukan perubahan yang dramatik pada toksikologi dari suatu kajian mengenai adanya racun menjadi suatu ilmu yang kian kompleks sekarang ini. Keberadaan racun dalam bahan pangan sangatlah mengganggu kenyamanan dalam mengonsumsinya karena adanya senyawa yang tidak dikenal oleh tubuh sehingga bersifat berbahaya.
            Untuk memelihara situasi dan kondisi kesehatan tubuh yang baik maka sangat diperlukan suatu susunan makanan yang seimbang, mengandung nutrisi maupun gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh secara seimbang. Apabila dihadapkan pada suatu pilihan , orang pasti akan memilih susunan makanan yang seimbang tanpa harus mengetahui tentang nilai gizi dari makanan lainnya. Akan tetapi, banyak orang saat ini tidak mempunyai kesempatan memilih , sehingga meskipun bukan kesalahan mereka, susunan makanan mereka tidak seimbang.
            Susunan makanan bisa jadi tidak seimbang karena komponen penyusun makanan tersebut sudah rusak. Penyebabnya tentu cukup banyak seperti adanya kontak langsung bahan pangan dengan peralatan yang cukup keras atau adanya benturan terhadap bahan pangan saat dipanen, perlakuan penyimpanan yang tidak baik dan tidak memenuhi standar penyimpanan terhadap bahan pangan tersebut.
            Hal yang paling sulit diatasi adalah adanya aktivitas mikroorganisme yang terjadi pada bahan pangan itu sendiri. Mikroorganisme dalam melakukan aktivitasnya akan dapat merusak bahan pangan itu sendiri. Terutama terhadap bahan pangan yang memiliki kadar air yang cukup tinggi akan mempermudah mikroorganisme ada pada bahan pangan.
            Mikroorganisme atau mikroba juga menyebabkan bahan pangan yang pada awalnya tidak terkontaminasi oleh mikroba menjadi rusak akibat penyimpanan yang kurang baik . Hal ini dapat disebabkan karena adanya kumpulan mikroba disekitar tempat penyimpanan bahan pangan tersebut sehingga walaupun sudah dilakukan penyimpanan dengan baik akan dapat merusak bahan pangan tersebut.
            Mikroba yang sering terdapat pada makanan yang paling utama terdiri dari banyak jenis mikroba tergantung pada jenis makanan yang terkontaminasi oleh mikroba . Ada yang bersifat toksin dan ada yang bersifat infeksi. Beberapa jenis mikroba yang paling sering dijumpai adalah bakteri Campylobacter Jejuni, Clostridium botulinum, Salmonella Sp, Escherichia coli, Stafilococcus aureus, Shigella Sp, Bacillus cereus dan masih banyak lagi.
            Seperti contoh, bakteri Stafilococcus aureus yang dapat merusak makanan karena merupakan bakteri penghasil toksik. Jenis mikroba ini adalah mikroba yang mempunyai sifat sangat mudah mengontaminasi. Kuantitas bakteri yang terdapat pada bahan pangan dapat dijadikan ukuran dalam menentukan keawetan suatu bahan  pangan (Ristanto,1987).
            Contoh bakteri lainnya adalah bakteri Clostridium botulinum yang merupakan bakteri yang sangat beracun karena dapat menghasilkan toksin yang sangat berbahaya pada manusia. Bakteri Clostridium botulinum  banyak terdapat pada tanah, perut ikan dan beberapa binatang mamalia, dan juga pada air. Sifat bakteri ini merupakan bakteri gram (+) pembentuk spora bentuk batang  dan bersifat anaerobik. Bakteri ini dapat menghasilkan tujuh macam toksin yakni toksin A,B,C,D,E,F,G dan yang paling toksin bagi manusia adalah toksin A,B,E,F.  Pnyakit yang dapat ditimbulkan yakni neurotoksisitas, gastrointensinal pain, diarhea, sulit bernafas, paraksis dan dapat menyebabkan kematian. Jenis makanan yang paling banyak dicemari adalah makanan kaleng rendah asam, daging, ikan, ikan asap/fermentasi dan sayuran.
            Pengolahan untuk mengurangi dan mencegah adanya kontaminasi dari mikroba dapat dilakukan dengan pelaksanaan proses pengolahan dengan baik. Pengolahan yang baik adalah pengolahan yang sudah memperhatikan tempat pengolahan yang bersih, penggunaan alat-alat yang sudah disterilkan, dan penggunaan bahan yang sudah dibersihkan dari kkemungkinan kontaminan-kontaminan lain serta penggunaan kemasan yang sesuai dengan produk pengolahan yang telah diperoleh.
            Penggunaan bahan kimia juga dapat dilakukan untuk mencegah pengaruh mikroba pada bahan pangan. Bahan kimia yang dapat digunakan adalah asam sorbat, natrium sorbat, kalium sorbat, kalsium sorbat,asam benzoat dan garamnya, asam benzoat, natrium benzoat, kalium benzoat dan kalsium benzoat. Etil para-hidroksibenzoat, metil para-hidroksibenzoat, nisin, nitrit, nitrat, asam propionat juga merupakan contoh bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet dan masih banyak lainnya.
            Dalam penggunaan bahan pengawet khususnya bahan kimia, untuk mendapatkan hasil yang efektif harus dilakukan sesuai dengan ukuran atau takaran yang diizinkan oleh pemerintah ke dalam makanan. Penggunaannya sebaiknya seminimal mungkin karena bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh akan berdampak tidak baik sekalipun dampaknya dapat dirasakan dalam waktu yang cukup lama.
            Asam bekerja sebagai pengawet tergantung dari pengaruhnya terhadap pertumbuhan organisme yang menjadi penyebab rusaknya makanan. Asam yang ditambahkan dapat menumbuhkan pH dan mengakibatkan konsentrasi ion hidrogen menjadi naik. Efektivitas suatu asam untuk menurunkan pH sangat dipengaruhi oleh kekuatan(strengh), yang merupakan derajat ionisasi asam dan konsentrasi, yaitu jumlah asam dalam volume tertentu. Sehingga asam kuat akan lebih efektif untuk menurunkan pH jika dibandingkan terhadap asam lemah pada konsentrasi yang sama (Cahyadi, 2009).
            Dalam memilih antimikroba yang  tepat haruslah memperhatikan keberadaan jenis mikroba yang ada  pada bahan pangan. Dengan mengetahui sifatnya maka akan mempermudah dalam mengatasinya. Sifat yang perlu diperhatikan adalah jenis toksin yang dihasilkan, pH makanan yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba tersebut, jumlah kadar air yang dikandung pada makanan yang menjadi tempat berkembangnya mikroba, dan jenis penyakiit yang dapat ditimbulkan apabila termakan oleh manusia.




2.2 Bahan Pengawet
        Dalam industri pengolahan makanan yang cukup terpenting diperhatikan agar hasil produk pengolahan yang didapat tidak mudah rusak akibat adanya antimikroba adalah kondisi dari bahan pangan yang diolah tersebut. Proses penyimpanan ataupun pengemasan yang baik akan dapat mengurangi kerusakan pada makanan. Kondisi pangan yang harus diketahui sebelum pemberian bahan pengawet adalah kadar air makanan tersebut, tinggi atau rendahnya suhu yang digunakan atau yang sesuai dengan bahan pangan dengan batas tidak merusak makanan itu sendiri.     
Jumlah kadar air makanan harus selalu diutamakan dan diketahui pada saat pengolahan.Karena bahan makanan yang mengandung jumlah air yang tinggi merupakan tempat  mikroba yang cukup sesuai untuk tumbuh dan pada akhirnya semakin banyak dan makanan menjadi rusak karena digunakan juga sebagai sumber makanan oleh mikroba tersebut.  Kadar air dapat berubah-ubah pada makanan sekalipun sudah melalui proses pengolahan yang baik. Jumlah kadar air dikontrol setiap tahap pengolahan agar hasil yang diperoleh merupakan makanan yang sudah dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama dan akan mempermudah dalam memilih jenis kemasan makanan yang sesuai bila kadar air yang ideal pada makanan tersebut sudah diketahui.
            Menurut Cahyadi (2009) bahan pengawet kimia ada yang mempunyai sifat sebagai penghambat pertumbuhan mikroba. Sifat sebagai antimikroba salah satunya adalah kemampuan dalam merusak sistem genetik dimana bahan kimia masuk secara langsung ke dalam sel. Senyawa-senyawa kimia dapat bergabung dan mampu menyerang ribosom serta dapat menghambat proses sintesa protein.  Jika gen tercampur dengan bahan kimia dapat menyebabkan sintesa enzim akan dihambat. Sifatnya yang kedua adalah dapat menghambat sintesa dinding sel atau membran, kemampuan dalam mencegah dan menghambat enzim agar tidak terjadi proses metabolisme dalam tubuh mikroba sehingga tidak dapat berkembangbiak. Sifat yang lainnya yaitu kemampuan dalam peningkatan nutrient esensial yang merupakan makanan mikroba. Apabila suatu jenis mikroorganisme membutuhkan sedikit nutrien dan apabila nutrien tersebut diikat akan mengakibatkan pengaruh yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang membutuhkan nutrien dalam jumlah banyak.
        Menurut Permenkes  nomor 033 tahun 2013 tentang bahan tambahan pangan, bahan pengawet (preservative) merupakan bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

2.3 Antimikroba
        Bahan makanan yang mempunyai kelembapan yang tinggi memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme yang cepat, sedangkan bila makanan yang memiliki kelembapan yang rendah dapat menyebabkan kehilangan sejumlah air, dan pada sayuran dapat mengakibatkan kelayuan. Komposisi atmosfer akan mempengaruhi penyimpanan. Jika karbondioksida bertambah sebagai komponen atmosfer, lau kerusakan akan diperkecil. Maksimal konsentrasi karbondioksida tergantung dari pangan yang disimpan. Untuk daging konsentrasi yang digunakan 10% sedangkan untuk bahan pangan berupa sayuran yang lebih baik adalah 5% dan 10% sedangkan untuk telur 2,5% (Gaman dan Sherrington, 1992).
            Zat pengawet yang dipakai dalam industri pengolahan bahan pangan terdiri dari dua golongan yakni  zat pengawet organik dan zat pengawet anorganik. Menurut Winarno (1992) dalam pengolahan bahan pangan, kebanyakan zat pengawet yang digunakan adalah zat pengawet organik karena lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat pengawet golongan ini yang sering dipakai adalah asam asetat, asam propionat, asam benzoat, dan asam sorbat, termasuk epoksida.

Berikut adalah tabel bahan tambahan pangan yang digolongkan ke dalam bahan pengawet       
No.
Bahan pengawet
INS
1.
Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts):

Asam sorbat  (Sorbic Acid)
200
Natrium sorbat (sodium sorbate)
201
Kalium sorbat (Potassium sorbate)
202
Kalsium sorbat (calcium sorbate)
203
2.
Asam benzoate dan garamnya (bonzonic acid and its salts):

Asam benzoate (bonzonic acid)
210
Natrium benzoate (sodium benzonic)
211
Kalium benzoate (potassium benzonic)
212
Kalsium benzoate (calcium benzonic)
213
3.
Etil pera-hidroksibenzoat (ethyl para-hydroxybenzoate)
214
4.
Meta pera-hidroksibenzoat (methyl para-hydroxybenzoate)
218
5.
Sulfit (Sulphites):

Belerang dioksida (Sulphur dioxide)
220
Natrium sulfit (Sodium sulphite)
221
Natrium bisulfit (Sodium bisulphate)
222
Natrium metabisulfit (Sodium metabishulphite)
223
Kalium metabisulfit (Potassium metabisulphite)
224
Kalium sulfit ( Potassium sulphite )
225
Kalsium bisulfit ( Calcium bisulphate )
227
Kalium bisulfit (Potassium bisulphate )
228
6.
Nisin (Nisin)
234
7.
Nitrit ( Nitrites):

Kalium nitrit (Potassium nitrite)
249
Natrium nitrit (Sodium nitrite)
250
8.
Nitrat (Nitrates) :

Natrium nitrat ( Sodium nitrate)
251
Kalium nitrat (Potassium nitrate)
252
9.
Asam propionate dan garamnya (Propionic acid and its salts):

Asam propionate (Propionic acid)
280
Natrium propionate (Sodium propionate )
281
Kalsium propionate (Calcium propionate)
282
Kalium propionate (Potassium propionate)
283
10.
Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride)
1105
Sumber : Permenkes RI No.33 Thn 2012 tentang bahan tambahan pangan.

Sebagai salah satu contohnya adalah asam sorbat yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba dengan mencegah kerja dari suatu enzim dehidrogenase terhadap asam lemak. Struktur α-diena yang ada pada asam sorbat dapat mencegah dan menghambat oksidasi asam lemak. Sebaliknya,  hewan yang termasuk golongan tingkat tinggi dapat memetabolisasi asam sorbat seperti asam lemak biasa. Contoh lainnya yaitu asam benzoat yang penggunaannya sangat luas dan sering pada pengolahan makanan yang asam. Asam benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Asam benzoat akan lebih efektif bekerja bila berada pada pH 2,5 -  4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka sering digunakan dalam bentuk garam Natrium benzoat. Sedangkan pada bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk yang lebih efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak dapat terdisosisasi.
           
Pada golongan zat pengawet anorganik, yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrat dan nitrit. Penggunaan sulfit dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau Kalium sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Dikatakan sebagai pengawet karena bentuknya yang efektif  adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH kurang dari 3. Molekul yang dimiliki sulfit lebih mudah menembus dinding dari sel mikroba, yang bereaksi dengan asetaldehida membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, kemudian mereduksi ikatan disulfida enzim kemudian bereaksi dengan keton hingga akhirnya membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernafasan.
            Garam nitrit dan nitrat pada umumnya digunakan dalam proses curing  daging untuk memperoleh warna yang baik dan juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada daging , nitrit akan membentuk nitroksida dimana dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah.
            Penggunaan zat pengawet antimikroba yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan aturan yang telah dianjurkan pemerintah dalam berbagai peraturan-peraturan tentang pangan akan dapat mengakibatkan timbulnya penyakit kanker dalam tubuh manusia, lever maupun gangguan pencernaan. Adanya gangguan pernafasan bisa juga menjadi akibat penggunaan zat antimikroba yang berlebihan. Sangatlah disarankan agar penggunaannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dan bila memungkinkan, penggunaan bahan pengawet kimia sebaiknya seminimal mungkin agar dapat terhindar dari gangguan-gangguan dalam tubuh .
            Susunan makanan bisa jadi tidak seimbang karena komponen penyusun makanan tersebut sudah rusak. Penyebabnya tentu cukup banyak seperti adanya kontak langsung bahan pangan dengan peralatan yang cukup keras atau adanya benturan terhadap bahan pangan saat dipanen, perlakuan penyimpanan yang tidak baik dan tidak memenuhi standar penyimpanan terhadap bahan pangan tersebut.
           














BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebutuhan yang mendasar bagi mahluk hidup terutama manusia adalah pangan selain kebutuhan lainnya seperti kebutuhan papan, sandang dan pendidikan serta kesehatan. Masalah pangan merupakan masalah yang sangat riskan terhadap siklus kehidupan manusia. Keberadaan pangan sangatlah penting bagi manusia terutama  dalam memperoleh energi yang akan digunakan dalam melakukan seluruh proses hidupnya yakni melakukan berbagai kegiatan. Kecukupan pangan haruslah dicapai dengan teknik budidaya pertanian yang baik dalam menghasilkan panen yang baik dan yang mengandung banyak gizi maupun nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Masalah pangan selalu lebih mendesak terutama bila dihubungkan dengan masalah yang lain yang juga menjadi tantangan yang harus dihadapi sekarang yakni masalah laju pertumbuhan penduduk.  Sifat pangan yang tidak memiliki daya tahan yang cukup lama juga dapat dijadikan juga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan dan memungkinkan dapat terjadi krisis pangan.
Energi dalam tubuh manusia berasl dari adanya pembakaran karbohidrat, protein maupun lemak. Manusia yang kekurangan zat makanan dalam tubuhnya akan memiliki daya yang lemah dalam melakukan kegiatan, pekerjaan fisik ataupun daya pemikirannya karena kurangnya zat makanan yang diterima tubuhnya yang mampu menghasilkan energi.
Bahan pengawet kimia ada yang mempunyai sifat sebagai penghambat pertumbuhan mikroba. Sifat sebagai antimikroba salah satunya adalah kemampuan dalam merusak sistem genetik dimana bahan kimia masuk secara langsung ke dalam sel. Senyawa zat pengawet yang dipakai dalam industri pengolahan bahan pangan terdiri dari dua golongan yakni  zat pengawet organik dan zat pengawet anorganik.
Bahan pengawet kimia ada yang mempunyai sifat sebagai penghambat pertumbuhan mikroba. Sifat sebagai antimikroba salah satunya adalah kemampuan dalam merusak sistem genetik dimana bahan kimia masuk secara langsung ke dalam sel. Sifatnya yang kedua adalah dapat menghambat sintesa dinding sel atau membran, kemampuan dalam mencegah dan menghambat enzim agar tidak terjadi proses metabolisme dalam tubuh mikroba sehingga tidak dapat berkembangbiak.
Zat pengawet yang dipakai dalam industri pengolahan bahan pangan terdiri dari dua golongan yakni  zat pengawet organik dan zat pengawet anorganik. Penggunaan zat pengawet antimikroba yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan aturan yang telah dianjurkan pemerintah dalam berbagai peraturan-peraturan tentang pangan akan dapat mengakibatkan timbulnya penyakit kanker dalam tubuh manusia, lever maupun gangguan pencernaan. Adanya gangguan pernafasan bisa juga menjadi akibat penggunaan zat antimikroba yang berlebihan.

3.2 Saran
        Penggunaan antimikroba sebaiknya digunakan apabila sudah sangat dibutuhkan. Perlakuan dengan pemanasan, pasteurisasi , pengasapan juga dapat membuat bahan pangan tersebut mempunyai daya simpan yang cukup lama. Namun apabila perlakuan tersebut juga belum dapat menghasilkan bahan pangan yang memiliki daya simpan yang cukup, maka penggunaan bahan kimia adalah hal yang wajar. Penggunaan bahan kimia yang tepat takaran tidak akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi,wisnu. 2009. Bahan Tambahan Pangan.Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Marsetyo dan Kartasapoetra.2010. Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Permenkes no.033 thn 2012 tentang bahan tambahan pangan.
Ristanto dan Apandi,Tjarkiah. 1987. Isolasi Stafilokokus aureus Penghasil Enterotoksin Pada
            Berbagai Makanan Awetan. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Sherrington dan Gaman.1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan                
Mikrobiologi.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Winarno,F.G, 1993. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar