BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Kebutuhan yang mendasar bagi mahluk hidup terutama manusia
adalah pangan selain kebutuhan lainnya seperti kebutuhan papan, sandang dan
pendidikan serta kesehatan. Masalah pangan merupakan masalah yang sangat riskan
terhadap siklus kehidupan manusia. Keberadaan pangan sangatlah penting bagi
manusia terutama dalam memperoleh energi
yang akan digunakan dalam melakukan seluruh proses hidupnya yakni melakukan
berbagai kegiatan. Kecukupan pangan haruslah dicapai dengan teknik budidaya
pertanian yang baik dalam menghasilkan panen yang baik dan yang mengandung
banyak gizi maupun nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Masalah pangan selalu lebih mendesak terutama bila dihubungkan
dengan masalah yang lain yang juga menjadi tantangan yang harus dihadapi
sekarang yakni masalah laju pertumbuhan penduduk. Keberadaan kuantitas penduduk
yang sudah sangat padat tidak seimbang dengan ketersediaan pangan yang
mencukupi untuk kebutuhan penduduk. Sifat pangan yang tidak memiliki daya tahan
yang cukup lama juga dapat dijadikan juga sebagai salah satu faktor yang
menyebabkan dan memungkinkan dapat terjadi krisis pangan.
Dalam menghadapi masalah pangan, perlu diadakan suatu sistem
pangan yang sudah lebih diperhatikan seluruh prosesnya . Dimulai dari teknik
budidaya yang baik, penerapan pasca panen sampai pada pengolahannya dalam
menghasilkan produk hasil pertanian yang sudah siap untuk dikonsumsi dan yang
sudah mengandung nutrisi yang cukup dan sesuai dengan tubuh manusia.
Dalam proses produksi khususnya pada saat proses pemanenan,
selama pengadaan dan konsumsi , bahan pangan banyak mengalami
perubahan-perubahan terutama perubahan yang tidak diharapkan pada bahan pangan
tersebut. Perubahan tersebut sebagian besar tejadi akibat adanya reaksi kimia
yang terjadi dalam bahan pangan itu sendiri maupun karena adanya pengaruh dari
lingkungan.
Rasa dan aroma yang timbul dari bahan pangan itu juga
merupakan hasil reaksi kimia yang terjadi dalam bahan pangan secara alamiah.
Zat-zat warna yang pada awalnya cerah juga dapat berkurang akibat adanya reaksi
kimia dan pengaruh lingkungan terhadap bahan pangan tersebut. Sifat bahan
pangan yang seharusnya juga memiliki nilai gizi yang tinggi dapat juga hilang
karena ikatan-ikatan kimianya terurai akibat adanya pengaruh lingkungan seperti
panas. Keberadaan air juga merupakan salah satu faktornya. Bahan pangan yang
memiliki kadar air yang tinggi akan lebih mudah rusak dan busuk akibat adanya
pengaruh lingkungan dari luar seperti kontak langsung dengan mikroorganisme
yang syarat hidupnya adalah harus adanya air dalam bahan pangan tersebut.
Akibat adanya masalah-masalah pangan yang terjadi makka
diupayakan usaha dalam mengatasinya terutama dalam mengatasi bahan pangan yang
tidak mempunyai daya tahan yang cukup lama akibat adanya pengaruh
mikroorganisme yang ada di sekitar lingkungan tempat bahan pangan diperoleh dan
diolah.
BAB
II
BAHAN
ANTI MIKROBA
Energi dalam tubuh
manusia berasl dari adanya pembakaran karbohidrat, protein maupun lemak. Oleh
karena itu agar kebutuhan energi manusia tercukupi maka sangat diperlukan
zat-zat makanan yang cukup ke dalam tubuhnya. Manusia yang kekurangan zat
makanan dalam tubuhnya akan memiliki daya yang lemah dalam melakukan kegiatan,
pekerjaan fisik ataupun daya pemikirannya karena kurangnya zat makanan yang
diterima tubuhnya yang mampu menghasilkan energi
(Kertasapoetra
dan Marsetyo, 2010).
Oleh karena itu
dibutuhkan makanan yang bervariasi agar sumber energi manusia dapat diperoleh
dari zat-zat makanan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya. Bahan pangan yang
memiliki nutiri dan gizi yang baik akan sangat membantu dalam memperoleh energi
untuk proses metabolisme dalam tubuh. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam
pengolahan yang pada akhirnya menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh manusia seperti pemanis, pengental, pewarna, pengawet dan yang lainnya
tentu tidak memberikan pengaruh yang yang tidak baik pada makanan maupun pangan
yang sedang atau telah diolah selama pemakaiannya diperbolehkan dan harus
sesuai dengan ukuran kebutuhan yang telah ditentukan oleh lembaga yang
berwenang. Salah satu bahan tambahan pangan yang sangat penting dan yang dapat
mengatasi masalah pangan dalam mengatasi daya simpan yaitu pengawet. Dengan
pemberian pengawet yang sesuai akan sangat membantu dalam pengolahan bahan
pangan terutama dalam menghasilkan produk yang sifatnya tahan lama .
2.1 Mikroba
pada pangan
Orang senantiasa terfokus
terhadap banyaknya jenis bahan alami maupun bahan yang sengaja dibuat manusia
untuk kebutuhannya. Pada keadaan tertentu hal yang difokuskan tersebut berefek
dapat berefek buruk terhadap kesehatan, dan bahkan mungkin dapat menyebabkan
kematian atau hanya menimbulkan perubahan biologik yang kecil saja. Minat
masyarakat yang semakin besar untuk mengenal dan mencegah efek buruk ini sudah
banyak mendorong untuk melakukan perubahan yang dramatik pada toksikologi dari
suatu kajian mengenai adanya racun menjadi suatu ilmu yang kian kompleks
sekarang ini. Keberadaan racun dalam bahan pangan sangatlah mengganggu
kenyamanan dalam mengonsumsinya karena adanya senyawa yang tidak dikenal oleh
tubuh sehingga bersifat berbahaya.
Untuk
memelihara situasi dan kondisi kesehatan tubuh yang baik maka sangat diperlukan
suatu susunan makanan yang seimbang, mengandung nutrisi maupun gizi yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh secara seimbang. Apabila dihadapkan pada suatu pilihan ,
orang pasti akan memilih susunan makanan yang seimbang tanpa harus mengetahui
tentang nilai gizi dari makanan lainnya. Akan tetapi, banyak orang saat ini
tidak mempunyai kesempatan memilih , sehingga meskipun bukan kesalahan mereka,
susunan makanan mereka tidak seimbang.
Susunan
makanan bisa jadi tidak seimbang karena komponen penyusun makanan tersebut
sudah rusak. Penyebabnya tentu cukup banyak seperti adanya kontak langsung
bahan pangan dengan peralatan yang cukup keras atau adanya benturan terhadap
bahan pangan saat dipanen, perlakuan penyimpanan yang tidak baik dan tidak
memenuhi standar penyimpanan terhadap bahan pangan tersebut.
Hal
yang paling sulit diatasi adalah adanya aktivitas mikroorganisme yang terjadi
pada bahan pangan itu sendiri. Mikroorganisme dalam melakukan aktivitasnya akan
dapat merusak bahan pangan itu sendiri. Terutama terhadap bahan pangan yang
memiliki kadar air yang cukup tinggi akan mempermudah mikroorganisme ada pada
bahan pangan.
Mikroorganisme
atau mikroba juga menyebabkan bahan pangan yang pada awalnya tidak
terkontaminasi oleh mikroba menjadi rusak akibat penyimpanan yang kurang baik .
Hal ini dapat disebabkan karena adanya kumpulan mikroba disekitar tempat
penyimpanan bahan pangan tersebut sehingga walaupun sudah dilakukan penyimpanan
dengan baik akan dapat merusak bahan pangan tersebut.
Mikroba
yang sering terdapat pada makanan yang paling utama terdiri dari banyak jenis
mikroba tergantung pada jenis makanan yang terkontaminasi oleh mikroba . Ada
yang bersifat toksin dan ada yang bersifat infeksi. Beberapa jenis mikroba yang
paling sering dijumpai adalah bakteri Campylobacter
Jejuni, Clostridium botulinum, Salmonella Sp, Escherichia coli, Stafilococcus
aureus, Shigella Sp, Bacillus cereus dan masih banyak lagi.
Seperti
contoh, bakteri Stafilococcus aureus yang
dapat merusak makanan karena merupakan bakteri penghasil toksik. Jenis mikroba
ini adalah mikroba yang mempunyai sifat sangat mudah mengontaminasi. Kuantitas
bakteri yang terdapat pada bahan pangan dapat dijadikan ukuran dalam menentukan
keawetan suatu bahan pangan (Ristanto,1987).
Contoh
bakteri lainnya adalah bakteri Clostridium
botulinum yang merupakan bakteri yang sangat beracun karena dapat
menghasilkan toksin yang sangat berbahaya pada manusia. Bakteri Clostridium botulinum banyak terdapat pada tanah, perut ikan dan
beberapa binatang mamalia, dan juga pada air. Sifat bakteri ini merupakan
bakteri gram (+) pembentuk spora bentuk batang
dan bersifat anaerobik. Bakteri ini dapat menghasilkan tujuh macam
toksin yakni toksin A,B,C,D,E,F,G dan yang paling toksin bagi manusia adalah
toksin A,B,E,F. Pnyakit yang dapat
ditimbulkan yakni neurotoksisitas, gastrointensinal pain, diarhea, sulit
bernafas, paraksis dan dapat menyebabkan kematian. Jenis makanan yang paling
banyak dicemari adalah makanan kaleng rendah asam, daging, ikan, ikan
asap/fermentasi dan sayuran.
Pengolahan
untuk mengurangi dan mencegah adanya kontaminasi dari mikroba dapat dilakukan
dengan pelaksanaan proses pengolahan dengan baik. Pengolahan yang baik adalah
pengolahan yang sudah memperhatikan tempat pengolahan yang bersih, penggunaan
alat-alat yang sudah disterilkan, dan penggunaan bahan yang sudah dibersihkan
dari kkemungkinan kontaminan-kontaminan lain serta penggunaan kemasan yang
sesuai dengan produk pengolahan yang telah diperoleh.
Penggunaan
bahan kimia juga dapat dilakukan untuk mencegah pengaruh mikroba pada bahan pangan.
Bahan kimia yang dapat digunakan adalah asam sorbat, natrium sorbat, kalium
sorbat, kalsium sorbat,asam benzoat dan garamnya, asam benzoat, natrium
benzoat, kalium benzoat dan kalsium benzoat. Etil para-hidroksibenzoat, metil
para-hidroksibenzoat, nisin, nitrit, nitrat, asam propionat juga merupakan
contoh bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet dan masih banyak
lainnya.
Dalam
penggunaan bahan pengawet khususnya bahan kimia, untuk mendapatkan hasil yang
efektif harus dilakukan sesuai dengan ukuran atau takaran yang diizinkan oleh
pemerintah ke dalam makanan. Penggunaannya sebaiknya seminimal mungkin karena
bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh akan berdampak tidak baik sekalipun
dampaknya dapat dirasakan dalam waktu yang cukup lama.
Asam
bekerja sebagai pengawet tergantung dari pengaruhnya terhadap pertumbuhan
organisme yang menjadi penyebab rusaknya makanan. Asam yang ditambahkan dapat
menumbuhkan pH dan mengakibatkan konsentrasi ion hidrogen menjadi naik.
Efektivitas suatu asam untuk menurunkan pH sangat dipengaruhi oleh kekuatan(strengh), yang merupakan derajat
ionisasi asam dan konsentrasi, yaitu jumlah asam dalam volume tertentu.
Sehingga asam kuat akan lebih efektif untuk menurunkan pH jika dibandingkan
terhadap asam lemah pada konsentrasi yang sama (Cahyadi, 2009).
Dalam
memilih antimikroba yang tepat haruslah
memperhatikan keberadaan jenis mikroba yang ada
pada bahan pangan. Dengan mengetahui sifatnya maka akan mempermudah
dalam mengatasinya. Sifat yang perlu diperhatikan adalah jenis toksin yang
dihasilkan, pH makanan yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba tersebut, jumlah
kadar air yang dikandung pada makanan yang menjadi tempat berkembangnya
mikroba, dan jenis penyakiit yang dapat ditimbulkan apabila termakan oleh manusia.
2.2 Bahan
Pengawet
Dalam industri
pengolahan makanan yang cukup terpenting diperhatikan agar hasil produk
pengolahan yang didapat tidak mudah rusak akibat adanya antimikroba adalah
kondisi dari bahan pangan yang diolah tersebut. Proses penyimpanan ataupun
pengemasan yang baik akan dapat mengurangi kerusakan pada makanan. Kondisi
pangan yang harus diketahui sebelum pemberian bahan pengawet adalah kadar air
makanan tersebut, tinggi atau rendahnya suhu yang digunakan atau yang sesuai
dengan bahan pangan dengan batas tidak merusak makanan itu sendiri.
Jumlah kadar air
makanan harus selalu diutamakan dan diketahui pada saat pengolahan.Karena bahan
makanan yang mengandung jumlah air yang tinggi merupakan tempat mikroba yang cukup sesuai untuk tumbuh dan pada
akhirnya semakin banyak dan makanan menjadi rusak karena digunakan juga sebagai
sumber makanan oleh mikroba tersebut. Kadar air dapat berubah-ubah pada makanan
sekalipun sudah melalui proses pengolahan yang baik. Jumlah kadar air dikontrol
setiap tahap pengolahan agar hasil yang diperoleh merupakan makanan yang sudah
dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama dan akan mempermudah dalam memilih
jenis kemasan makanan yang sesuai bila kadar air yang ideal pada makanan
tersebut sudah diketahui.
Menurut
Cahyadi (2009) bahan pengawet kimia ada yang mempunyai sifat sebagai penghambat
pertumbuhan mikroba. Sifat sebagai antimikroba salah satunya adalah kemampuan
dalam merusak sistem genetik dimana bahan kimia masuk secara langsung ke dalam
sel. Senyawa-senyawa kimia dapat bergabung dan mampu menyerang ribosom serta dapat
menghambat proses sintesa protein. Jika
gen tercampur dengan bahan kimia dapat menyebabkan sintesa enzim akan dihambat.
Sifatnya yang kedua adalah dapat menghambat sintesa dinding sel atau membran,
kemampuan dalam mencegah dan menghambat enzim agar tidak terjadi proses
metabolisme dalam tubuh mikroba sehingga tidak dapat berkembangbiak. Sifat yang
lainnya yaitu kemampuan dalam peningkatan nutrient esensial yang merupakan
makanan mikroba. Apabila suatu jenis mikroorganisme membutuhkan sedikit nutrien
dan apabila nutrien tersebut diikat akan mengakibatkan pengaruh yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang membutuhkan nutrien dalam
jumlah banyak.
Menurut Permenkes nomor 033 tahun 2013 tentang bahan tambahan
pangan, bahan pengawet (preservative)
merupakan bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan
oleh mikroorganisme.
2.3 Antimikroba
Bahan makanan yang
mempunyai kelembapan yang tinggi memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme yang
cepat, sedangkan bila makanan yang memiliki kelembapan yang rendah dapat
menyebabkan kehilangan sejumlah air, dan pada sayuran dapat mengakibatkan kelayuan.
Komposisi atmosfer akan mempengaruhi penyimpanan. Jika karbondioksida bertambah
sebagai komponen atmosfer, lau kerusakan akan diperkecil. Maksimal konsentrasi
karbondioksida tergantung dari pangan yang disimpan. Untuk daging konsentrasi
yang digunakan 10% sedangkan untuk bahan pangan berupa sayuran yang lebih baik
adalah 5% dan 10% sedangkan untuk telur 2,5% (Gaman dan Sherrington, 1992).
Zat
pengawet yang dipakai dalam industri pengolahan bahan pangan terdiri dari dua
golongan yakni zat pengawet organik dan
zat pengawet anorganik. Menurut Winarno (1992)
dalam
pengolahan bahan pangan, kebanyakan zat pengawet yang digunakan adalah zat
pengawet organik karena lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam
bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat pengawet golongan ini yang sering
dipakai adalah asam asetat, asam propionat, asam benzoat, dan asam sorbat,
termasuk epoksida.
Berikut adalah tabel bahan tambahan pangan yang
digolongkan ke dalam bahan pengawet
No.
|
Bahan pengawet
|
INS
|
1.
|
Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts):
|
|
Asam sorbat (Sorbic Acid)
|
200
|
|
Natrium sorbat (sodium
sorbate)
|
201
|
|
Kalium sorbat
(Potassium sorbate)
|
202
|
|
Kalsium sorbat (calcium
sorbate)
|
203
|
|
2.
|
Asam benzoate dan garamnya (bonzonic acid and its salts):
|
|
Asam benzoate (bonzonic
acid)
|
210
|
|
Natrium benzoate (sodium benzonic)
|
211
|
|
Kalium benzoate (potassium
benzonic)
|
212
|
|
Kalsium benzoate (calcium benzonic)
|
213
|
|
3.
|
Etil pera-hidroksibenzoat (ethyl para-hydroxybenzoate)
|
214
|
4.
|
Meta pera-hidroksibenzoat (methyl para-hydroxybenzoate)
|
218
|
5.
|
Sulfit (Sulphites):
|
|
Belerang dioksida (Sulphur dioxide)
|
220
|
|
Natrium sulfit (Sodium
sulphite)
|
221
|
|
Natrium bisulfit (Sodium bisulphate)
|
222
|
|
Natrium metabisulfit (Sodium metabishulphite)
|
223
|
|
Kalium metabisulfit (Potassium metabisulphite)
|
224
|
|
Kalium sulfit (
Potassium sulphite )
|
225
|
|
Kalsium bisulfit ( Calcium bisulphate )
|
227
|
|
Kalium bisulfit (Potassium
bisulphate )
|
228
|
|
6.
|
Nisin (Nisin)
|
234
|
7.
|
Nitrit (
Nitrites):
|
|
Kalium nitrit (Potassium
nitrite)
|
249
|
|
Natrium nitrit (Sodium
nitrite)
|
250
|
|
8.
|
Nitrat (Nitrates)
:
|
|
Natrium nitrat (
Sodium nitrate)
|
251
|
|
Kalium nitrat (Potassium
nitrate)
|
252
|
|
9.
|
Asam propionate dan garamnya (Propionic acid and its salts):
|
|
Asam propionate (Propionic
acid)
|
280
|
|
Natrium propionate (Sodium propionate )
|
281
|
|
Kalsium propionate (Calcium propionate)
|
282
|
|
Kalium propionate (Potassium propionate)
|
283
|
|
10.
|
Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride)
|
1105
|
Sumber
: Permenkes RI No.33 Thn 2012 tentang bahan tambahan pangan.
Sebagai salah satu
contohnya adalah asam sorbat yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba dengan
mencegah kerja dari suatu enzim dehidrogenase terhadap asam lemak. Struktur
α-diena yang ada pada asam sorbat dapat mencegah dan menghambat oksidasi asam
lemak. Sebaliknya, hewan yang termasuk
golongan tingkat tinggi dapat memetabolisasi asam sorbat seperti asam lemak
biasa. Contoh lainnya yaitu asam benzoat yang penggunaannya sangat luas dan
sering pada pengolahan makanan yang asam. Asam benzoat digunakan untuk mencegah
pertumbuhan khamir dan bakteri. Asam benzoat akan lebih efektif bekerja bila
berada pada pH 2,5 - 4,0. Karena
kelarutan garamnya lebih besar, maka sering digunakan dalam bentuk garam
Natrium benzoat. Sedangkan pada bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk
yang lebih efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak dapat terdisosisasi.
Pada golongan zat
pengawet anorganik, yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrat dan nitrit.
Penggunaan sulfit dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau Kalium sulfit,
bisulfit dan metabisulfit. Dikatakan sebagai pengawet karena bentuknya yang
efektif adalah asam sulfit yang tidak
terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH kurang dari 3. Molekul yang
dimiliki sulfit lebih mudah menembus dinding dari sel mikroba, yang bereaksi
dengan asetaldehida membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim
mikroba, kemudian mereduksi ikatan disulfida enzim kemudian bereaksi dengan
keton hingga akhirnya membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat
mekanisme pernafasan.
Garam
nitrit dan nitrat pada umumnya digunakan dalam proses curing daging untuk
memperoleh warna yang baik dan juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada
daging , nitrit akan membentuk nitroksida dimana dengan pigmen daging akan
membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah.
Penggunaan
zat pengawet antimikroba yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai
dengan aturan yang telah dianjurkan pemerintah dalam berbagai
peraturan-peraturan tentang pangan akan dapat mengakibatkan timbulnya penyakit
kanker dalam tubuh manusia, lever maupun gangguan pencernaan. Adanya gangguan
pernafasan bisa juga menjadi akibat penggunaan zat antimikroba yang berlebihan.
Sangatlah disarankan agar penggunaannya sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan. Dan bila memungkinkan, penggunaan bahan pengawet kimia sebaiknya
seminimal mungkin agar dapat terhindar dari gangguan-gangguan dalam tubuh .
Susunan
makanan bisa jadi tidak seimbang karena komponen penyusun makanan tersebut
sudah rusak. Penyebabnya tentu cukup banyak seperti adanya kontak langsung
bahan pangan dengan peralatan yang cukup keras atau adanya benturan terhadap
bahan pangan saat dipanen, perlakuan penyimpanan yang tidak baik dan tidak
memenuhi standar penyimpanan terhadap bahan pangan tersebut.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan yang mendasar bagi mahluk hidup terutama manusia
adalah pangan selain kebutuhan lainnya seperti kebutuhan papan, sandang dan
pendidikan serta kesehatan. Masalah pangan merupakan masalah yang sangat riskan
terhadap siklus kehidupan manusia. Keberadaan pangan sangatlah penting bagi
manusia terutama dalam memperoleh energi
yang akan digunakan dalam melakukan seluruh proses hidupnya yakni melakukan
berbagai kegiatan. Kecukupan pangan haruslah dicapai dengan teknik budidaya
pertanian yang baik dalam menghasilkan panen yang baik dan yang mengandung
banyak gizi maupun nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Masalah pangan selalu lebih mendesak terutama bila dihubungkan
dengan masalah yang lain yang juga menjadi tantangan yang harus dihadapi
sekarang yakni masalah laju pertumbuhan penduduk. Sifat pangan yang tidak memiliki daya tahan
yang cukup lama juga dapat dijadikan juga sebagai salah satu faktor yang
menyebabkan dan memungkinkan dapat terjadi krisis pangan.
Energi dalam tubuh
manusia berasl dari adanya pembakaran karbohidrat, protein maupun lemak.
Manusia yang kekurangan zat makanan dalam tubuhnya akan memiliki daya yang
lemah dalam melakukan kegiatan, pekerjaan fisik ataupun daya pemikirannya
karena kurangnya zat makanan yang diterima tubuhnya yang mampu menghasilkan
energi.
Bahan pengawet kimia
ada yang mempunyai sifat sebagai penghambat pertumbuhan mikroba. Sifat sebagai
antimikroba salah satunya adalah kemampuan dalam merusak sistem genetik dimana
bahan kimia masuk secara langsung ke dalam sel. Senyawa zat pengawet yang
dipakai dalam industri pengolahan bahan pangan terdiri dari dua golongan
yakni zat pengawet organik dan zat
pengawet anorganik.
Bahan pengawet kimia
ada yang mempunyai sifat sebagai penghambat pertumbuhan mikroba. Sifat sebagai
antimikroba salah satunya adalah kemampuan dalam merusak sistem genetik dimana
bahan kimia masuk secara langsung ke dalam sel. Sifatnya yang kedua adalah
dapat menghambat sintesa dinding sel atau membran, kemampuan dalam mencegah dan
menghambat enzim agar tidak terjadi proses metabolisme dalam tubuh mikroba
sehingga tidak dapat berkembangbiak.
Zat pengawet yang
dipakai dalam industri pengolahan bahan pangan terdiri dari dua golongan
yakni zat pengawet organik dan zat
pengawet anorganik. Penggunaan zat pengawet antimikroba yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan aturan yang telah dianjurkan
pemerintah dalam berbagai peraturan-peraturan tentang pangan akan dapat
mengakibatkan timbulnya penyakit kanker dalam tubuh manusia, lever maupun
gangguan pencernaan. Adanya gangguan pernafasan bisa juga menjadi akibat
penggunaan zat antimikroba yang berlebihan.
3.2
Saran
Penggunaan antimikroba sebaiknya digunakan apabila sudah
sangat dibutuhkan. Perlakuan dengan pemanasan, pasteurisasi , pengasapan juga
dapat membuat bahan pangan tersebut mempunyai daya simpan yang cukup lama.
Namun apabila perlakuan tersebut juga belum dapat menghasilkan bahan pangan
yang memiliki daya simpan yang cukup, maka penggunaan bahan kimia adalah hal
yang wajar. Penggunaan bahan kimia yang tepat takaran tidak akan berdampak
buruk bagi kesehatan manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyadi,wisnu. 2009. Bahan Tambahan Pangan.Jakarta: PT.Bumi
Aksara.
Marsetyo
dan Kartasapoetra.2010. Ilmu Gizi.
Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Permenkes
no.033 thn 2012 tentang bahan tambahan
pangan.
Ristanto dan Apandi,Tjarkiah. 1987. Isolasi Stafilokokus aureus Penghasil Enterotoksin
Pada
Berbagai Makanan Awetan. Yogyakarta
: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Sherrington
dan Gaman.1992. Ilmu Pangan, Pengantar
Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Winarno,F.G, 1993. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar